Rudy Syam |
Pesta Panen Rakyat adalah suatu pesta yang diidamkan oleh seluruh rakyat termasuk Nelayan (Sang Pelaut), pesta panen adalah pesta pengungkapan rasa syukur dari rakyat kepada Tuhan karena telah diberi keberhasilan usaha setelah panen.
"Dalam pesta panen Nelayan mengundang keluarga, kerabat, pemimpin masyarakat pelaut, pedagang dan ponggawa serta bangsawan dimana pesta memberikan ruang-ruang tudang sipulung dalam menjalin silaturahim antara semua komponen masyarakat dengan niat mempererat tali persaudaraan tanpa kepentingan sesaat"
Mereka melebur dalam satu baik orang
tua, anak-anak, laki-laki ataupun perempuan dalam satu ikatan kelaurga dan
kerabat yang merasakan betapa indahnya arti hidup persudaraan. Tapi cerita ini
adalah kisah kejayaan dari nenek moyang kita yang dikenal sebagai Sang Pelaut
(Sweet Memories).
Pesta
Demokrasi
Rakyat adalah pesta rakyat zaman
modern yang sangat jauh dari Pesta Rakyat zaman nenek moyang, pestanya anak
zaman modern, orang-orang mapan ataupun kaum elit yang mengatasnamakan rakyat.
Pesta Demokrasi ini memang sangat jauh dari pesta panen yang mengungkapkan rasa
syukur atas keberhasilan yang didapat sedangkan pesta zaman modern ini adalah
pesta yang menentukan pemimpin, apakah akan membawa aspirasi dan kepentingan
rakyat ? atau apakah aspirasi kaum mapan, elit ataupun berjuis? Selain itu
Pesta Demokrasi ini adalah langkah awal dari suatu perjuangan yang panjang, berbeda dengan pesta
panen rakyat yang merupakan pesta dari hasil perjuangan yang panjang.
Warisan
yang kehilangan ahli warisnya atau ahli waris yang kehilangan warisannya....?
Adalah sangat lucu ketika kita
mewariskan sebuah oleh-oleh indah kepada anak cucu kita sebuah kotak yang
sangat besar atau sebuah kolam yang sangat besar tetapi isinya segenggam pasir
sekepal tangan ataupun seteguk air.
Segenggam itu bak pasir yang semakin erat
untuk dikepal semakin habis ataupun seteguk air asin yang ketika diminum maka
semakin terasa kehausan. Maka dapat dibayangkan bagaimana jadinya anak cucu
yang akan saling menjatuhkan, menyakiti, bahkan saling membunuh kasarnya
menghalalkan segala cara untuk memiliki sesuatu. Sejarah akan berulang lagi
seperti kejadian awal peradaban manusia antara persaingan Habil dan Qabil....
Padahal warisan yang diberikan oleh
nenek moyang kita sangat banyak mulai dari kekayaan fisik dengan bentangan
geografis yang siap untuk diolah ataupun warisan nilai sosial dengan jiwa ramah tamah dan gotong royong, budaya
yang beragam dengan seni yang mengagumkan.
Pertanyaan muncul kemudian ’kemanakah
warisan Kerajaan Majapahit ataupun Kerajanan Luwu ? kemanakah Warisan Patih
Gajah Mada ataupun Jiwa dan Semangat Andi Djemma? jawabannya mungkin subjektif
bagi saya yaitu dimakan oleh raksasa ketamakan dan keserakahan oleh anak zaman
yang mengatas namakan kemoderenan dan didukung oleh orang-orang luar yang
memfasilitasi ketamakan dan keserakahannya.
Pendeknya mereka (nelayan)
seolah-olah telah kehilangan hak untuk memanfaatkan (territorial use rights) dan
hak secara turun temurun yang dimiliki (Indigenous use rights). Mereka telah
dibuai dan dimanjakan dengan kesenangan semu tanpa tersadar mereka telah
dirampok didepan mata sendiri.
Simphoni
Kemiskinan Nelayan
Sangat menggelitik bagi saya, ketika
saya membaca sebuah buku dengan tema ”Simponi
Kemiskinan Nelayan” yang mengatakan
suatu simphoni masyarakat nelayan adalah simphoni yang terus
bersenandung dihampir seluruh kawasan pesisir Indonesia meskipun pembangunan
negara ini sudah berlangsung kurang lebih 67 tahun semakin keras dan bergema.
Sangat
menyedihkan kondisi saat ini yang notabenenya adalah zamannya anak modern,
zamannya kemapanan tapi yang timbul adalah kesengsaraan yang ada disepanjang
81.000 km² pantai yang dipenuhi oleh sekitar 65 % manusia yang ada di Indonesia
dengan tatapan dan sorotan mata yang mengandung simponi kemiskinan selama
kurang lebih dari setengah abad dari babak keberadaan Indonesia.
Maka tepatlah dengan istilah yang
sering dialamatkan dan disindirkan kepada mereka yang tidak tahu sama sekali. The
Poorest Of The Poor, alias kelompok termiskin dari yang miskin. Mereka
yang miskin ide, gagasan dan tindak aksi ekonomi. Mereka miskin informasi,
pendidikan, pengetahuan, pelatihan-pelatihan, modal usaha serta kemampuan
usaha.
Selain itu mereka dalam lingkungan yang miskin dengan sarana, prasarana
dan pranata sosial ekonomi yang merupakan prasyarat dan modal dasar bagi mereka
untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai anak cucu dari seorang pelaut di zaman
yang notabene diklaim sebagai zamannya kemoderenan. Selain itu mereka hidup
dilingkungan i dont care (istilah
zaman anak modern) yang miskin perhatian, simpati dan empati. Mereka hidup
dalam kemiskinan dan terjebak dalam lingkaran
setan kemiskinan (Poverty vicious circle) yang ujung
pangkalnya tidak jelas dan saling terkait sebab-musababnya.
Ketidakmampuan dan ketidakberdayaan
menghadapi Raksasa Globalisasi sehingga menciptakan ilegal product modernisasi. Kentalnya mementingkan kepentingan sendiri,
dan pudarnya jiwa kekeluargaan dan kekerabatan adalah contoh kecil dari
gilasannya. Menurut Rick Warren dengan
konsep purpose driven memvonis Five Global Giants alias Lima Raksasa
yang mempunyai kekuatan, kuasa dan pengaruh yang sangat besar. Lostness (ketersesatan), Lack of servant leaders (Pemimpin yang
dilayani), Poverty (kemiskinan), Sickness (penyakit), dan Ignorance (kebodohan) adalah biang kerok
ketidakberesan yang ada dimuka bumi ini.
Simphoni
Rindu Sang Pelaut
Maka sangat tepatlah untuk segera
terbangun dari tidur nyenyak dengan nina bobo, untuk segera mengambil langkah
dengan momen yang tepat di Pesta
Demokrasi Rakyat Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sedang berjalan saat ini. Marilah kita
sukseskan pesta ini karena sejatinya adalah pestanya rakyat untuk memilih
pemimpin yang membawa aspirasi rakyat dan bukan pemimpin yang dilayani (Lack of servant Leaders) tetapi pemimpin
yang melayani rakyat (The Real Leaders).
Ingat ka le’...dan ingatki’ dengan
janjita...!
Sewajarnya jika rakyat (Nelayan)
merindukan suatu simphoni kerinduan sang pelaut yang telah lama tidak terngiang
ditelinga mereka. Sumpah Palapa yang dikumandangkan dengan gagah oleh Mahapati
Gaja Mada ”Saya tidak akan memakan buah
kelapa sebelum wilayah ini kupersatukan dalam satu wilayah Nusantara Hasta
Mandala Dwipa, semangat Jiwa dan Juang dari Andi Djemma yang terkonteks
indah oleh para To Ciung ”Ma’ Bicara
naparapi, Ma’ Binru Tepupi Napaja” ataupun petuah dari sang nenek moyang ”Sekali layar terkembang pantang biduk surut
ke pantai”.
Masyarakat sekarang ini, utamanya para
nelayan sangat merindukan suasana yang telah hilang, suatu kondisi jiwa dan
semangat yang ada pada nenek moyang kita. Sikap dan tindak yang ramah tamah,
kekeluargaan, kekerabatan, gotong royang serta jiwa persatuan dan kesatuan.
Kerinduan kedua adalah Pemimpin yang siap
melayani masyarakat, mengutamakan kepentingan negara segagah dengan Mahapati
Gaja Mada dan bekerja keras untuk rakyat seperti Raja Andi Djemma serta tokoh masyarakat,
agama ataupun budayawan serta dari kaum akademisi yang bisa dijadikan panutan
dalam bermasyarakat seperti tokoh To Ciung.
Bukankah dengan kesederhanaan dan
ketradisonalan (menurut versi manusia
modern saat ini) nenek moyang kita lebih sejahtera, lebih damai dan bahkan
lebih mapan karena telah berhasil menyatukan rakyat yang lebih berbudi,
bergotong royong dan saling menghargai dengan keberagaman, serta tanpa
adanya simphoni kemiskinan.
Jika dengan jiwa dan kearifan nenek
moyang serta tetap berpegang kepada budaya serta didukung dengan ilmu dan
perkembangan teknologi, saya yakin negara ini bisa kembali mendulang sejarah
seperti apa yang telah dicapai oleh para nenek moyang kita sebagai seorang
pelaut yang selalu Sipakainga, Sipakalebbi na to Sipatokkong.
Oleh: Rudy
Syam
Mahasiswa Akhir Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
BTP Blok Ac No.
9 Makassar
Saat di temui Bung Rudy sedang menulis dilaptop ditemani kopi dan setumpuk buku-buku lingkungan, kelautan dan sosial, pandangannya fokus tertuju pada layar komputernya. Setelah di wawancarai ternyata beliau sedang mempersipakan pembuatan buku barunya yang memuat banyak fakta tentang kondisi pesisi dan laut yang ada di Indonesia.
Tulisan yang ada di depan pembaca sekarang adalah catatan tentang sebagian kecil dari riset yang beliau lakukan selama menempuh studi Pasca sarjana di Universitas Hasanuddin. Kita tunggu tulisan-tulisan beliau selanjutnya. Semoga bermanfaat untuk semua...Amin !!
Link Affiliate :
http://UangDownload.Com/join/2076.html
http://topfacebookbisnis.com/go/2195954.html
http://UangDownload.Com/join/48632.html
https://masterkey.masterweb.net/aff.php?aff=5879
Link Affiliate :
http://UangDownload.Com/join/2076.html
http://topfacebookbisnis.com/go/2195954.html
http://UangDownload.Com/join/48632.html
https://masterkey.masterweb.net/aff.php?aff=5879