Oleh : Saharuddin Usmi
Komunitas Komunto Wakatobi
Perlunya Kolaborasi |
Wakatobi adalah salah satu daerah yang memiliki 3 sistem
berlaku terhadap pengelolaan sumber daya alam yakni; sistem Adat, sistem
Pemerintah Daerah dan sistem Pemerintah Pusat melalui Taman Nasional.
Seharusnya ketika memiliki tiga sistem ini maka peluang keberlanjutan sumber
daya alam dan usaha masyarakat dalam pengelolaan sumber dayanya makin baik dari
hari ke hari. Bagaimana dengan realitas yang di dapat?
Kini, dalam kawasan yang hanya memiliki 3% wilayah darat ini
oleh negara melalui Departemen kehutanan telah mencaplok beberapa hutan Adat
menjadi kawasan hutan lindung: Peraturan menteri Kehutanan RI nomor
P.50/Menhut.II/2009 Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan, tanpa
keterlibatan masyarakat adat dalam perencanaan dan penetapan kawan hutan
tersebut dengan dasar PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :
P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN
Bagaimana dengan Wakatobi?
Sejak tahun 2008 Upaya penegasan kepada pemerintah daerah
dan taman nasional bahwa dalam kawasan ini juga ada sistem adat yang diberlakukan secara terus-menerus oleh masyarakat adat Liya. Dengan perihal tersebut diperlukan upaya penegasan apakah peran adat
masih ada atau tidak ?
Dari pengamatan sehari-hari tentang pemberlakuan sistem adat
oleh masyarakat Liya, terdapat beberapa hal yang menyangkut urusan adat ini, pertama bagaimana peran adat menyelesaikan issue-issue masalah pengelolaan sumber
daya alam, Kedua; Memberikan pengetahuan tentang sejarah kepemilikkan wilayah, Ketiga; Penelusuran
jejak-jejak batas-batas wilayah oleh adat di masa lampau, dan Keempat; sumber daya apa saja yang dimiliki
oleh adat guna menjalankan perannya secara baik?
Berdasarkan hasil penelusuran
berdasarkan peta
kehutanan telah diperoleh informasi bahwa dalam wilayah adat masyarakat Liya telah dicaplok oleh negara sebagai kawasan hutan lindung termasuk
Pulau Oroho. Informasi tersebut membuat masyarakat gelisah dipenuhi rasa kwatir
jika itu diberlakukan, Sebab Oroho adalah wilayah yang diperuntukan oleh masyarakatnya sebagai lokasi lumbung makanan; lokasi perkebunan ubi kayu sebagian
masyarakat Liya.
Bagaimana posisi Adat terkait issue Pengelolaan Sumber daya?
Meminjam kata-kata bijak dari orang-orang pandai “Indonesia
ini ada karena Budaya tanpa, Budaya Indonesia ini tidak ada” bagaimana Indonesia
hari ini ?
Adat atau budaya telah ada sebelum NKRI di proklamerkan pada
tahun 1945. Artinya bahwa siapapun harus menghormati sistem adat yang telah
berlangsung sejak turun temurun pada pada ruang hidup masyarakat termasuk
sistem pengelolaan sumber daya alamnya. Sikap penghormatan atas budaya ini akan
mengharmonisasikan hidup lebih baik sebab adab, norma, nilai adalah junjungan
hidup sehari-hari.
Harmoniasasi hidup berbangsa dan bernegara akan berjalan
manis jika sistem Adat diakui sebagai salah satu sistem yang patut dihormati.
Oleh sebab itu dalam pandangan saya sebagai orang udik yang hanya memiliki kemampuan
menelah; Daerah Wakatobi bisa langgeng jika 3 sistem (
sistem adat, sistem Pemerintah
Otonom, dan Pemerintah Pusat melalui TNWnya) di kawasan ini
mesti diberlakukan dengan memegang nilai dan prinsip saling menghormati di antara ketiganya. Hal ini dikarenakan sikap
masyarakat hanya mengerti bahwa adatlah yang dipakai untuk menyelesaikan
konflik pengelolaan sumber daya dan persoalan sosial lainnya.
Contohya ketika kata zonasi atau pelindungan
dihembuskan, dalam kepala masyarakat itu adalah pembunuhan atau tamate’ tapi jika dikatakan bahwa hal
tersebut sama dengan Wehai di Liya "Karama" Sakito, dan Homali di Tomia, Motika
dan Kaindea di Wangi-Wangi pada Umumnya serta Padangkuku, hal ini tidak membuat
masyarakat kaget sebab pemahaman dalam bahasa adat tersebut telah ada didalam jiwa mereka.
Apakah “Kolaborasi Sistem” menurut pendangan Penulis?
Kolaborai sistem adalah bukan kerjasaman antara adat,
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya alam tapi
saling menghormati sistem yang telah ada dengan mengajak adat, pemerintah, dan
pusat untuk duduk bersama-sama membicarakan apa yang hendak dibangun atau di
adakan pada wilayah-wilayah (hak ulayat) adat.
Tidak main-main, mekanisme mencaplok sembarangan
wilayah masyarakat bisa menimbulkan konflik horisontal-vertikal. Sedangkan secara geografis, wilayah daratah cukup kecil diikuti dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
dari waktu ke waktu
sebesar
0,2% per tahun, maka memibicarakan tata kelola wilayah Kab. Wakatobi menjadi hal yang perlu ditangani serius secara adil dan bijak.
Dalam pandangan ini pula penulis ingin menegaskan point
penting bahwa ” sebaiknya mari kita gunakan yang telah dimiliki adat, dan yang
belum dilakukan oleh Adat silahkan pemerintah adakan dengan tetap mengajak adat sebagai salah satu bagian inti yang tidak bisa dikesampingkan. Harapan kita semua tentu wakatobi bisa menjadi wilayah kabupaten yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri di mana semua pihak terlibat dalam pengejawantahannya. Semoga... Amin !!!
Catatan dari kami :
Saharuddin Usmi
adalah salah satu Crew Studio Rakom Talombo FM 106,5 Mhz. Radio Komunitas ini dibentuk untuk menjadi wadah yang memberikan ruang kepada 20 kelompok nelayan khususnya dan kepada masyarakat secara umum memiliki kepentingan dalam pengelolaan sumber daya laut di Pulau Tomia. Ruang ini memberikan kesempatan dan kedudukan yang sama kepada anggota untuk mengajukan ide dan gagasan dalam kerangka penyelesaian issue-issue yang dihadapi. Email dan Nomor kontak penulis (ardhalepa@yahoo.com) hp: 085696236610
0 komentar:
Posting Komentar